Entrepreneurship awal mulanya berasal dari bahasa Perancis, yaitu Entreprende yang berarti petualang, pencipta, dan pengelola usaha. Richard Cantillon memperkenalkan entreprende pada tahun 1755. Sejalan waktu, istilah ini menjadi semakin populer setelah JB Say, seorang pakar ekonomi Perancis, merujuk entreprende untuk menggambarkan para pengusaha yang mampu memindahkan sumber-sumber daya ekonomis yang memiliki tingkat produktivitas rendah hingga menjadi tingkat produktivitas lebih tinggi serta dapat menghasilkan lebih banyak.
Ketika teori ekonomi memasuki masa neoklasikal, peran entrepreneur sempat terpinggirkan. Entrepreneur pada masa itu hanya dianggap sebagai fixed factor dalam bisnis, teori-teori ekonomi pada masa itu berpusat pada pengelolaan sumber daya. Peranan entrepreneur pada masa itu yang dianggap pasif dan statis dapat dilihat juga sebagai cerminan dari teori neoklasikal yang berdiri pada asumsi bahwa terdapat pasar sempurna, dimana informasi juga tersebar secara sempurna. Keadaan serba sempurna tersebut menyebabkan perusahaan dapat mudah mengambil keputusan dan berkoordinasi, kondisi ini mengecilkan peranan entrepreneur dalam perusahaan.
Setelah masa itu, gagasan JB Say mengenai pentingnya peran entrepreneur dalam perusahaan mulai mendapat dukungan lagi oleh Joseph C Schumpeter, seorang ahli ekonomi modern, dimana dalam buku The Theory of Economic Development (1934), Schumpeter mengatakan bahwa entrepreneur adalah pelaku utama dalam pembangunan ekonomi. Fungsi utama entrepreneur untuk melakukan inovasi atau menciptakan kombinasi-kombinasi baru.
Ketika teori ekonomi memasuki masa neoklasikal, peran entrepreneur sempat terpinggirkan. Entrepreneur pada masa itu hanya dianggap sebagai fixed factor dalam bisnis, teori-teori ekonomi pada masa itu berpusat pada pengelolaan sumber daya. Peranan entrepreneur pada masa itu yang dianggap pasif dan statis dapat dilihat juga sebagai cerminan dari teori neoklasikal yang berdiri pada asumsi bahwa terdapat pasar sempurna, dimana informasi juga tersebar secara sempurna. Keadaan serba sempurna tersebut menyebabkan perusahaan dapat mudah mengambil keputusan dan berkoordinasi, kondisi ini mengecilkan peranan entrepreneur dalam perusahaan.
Setelah masa itu, gagasan JB Say mengenai pentingnya peran entrepreneur dalam perusahaan mulai mendapat dukungan lagi oleh Joseph C Schumpeter, seorang ahli ekonomi modern, dimana dalam buku The Theory of Economic Development (1934), Schumpeter mengatakan bahwa entrepreneur adalah pelaku utama dalam pembangunan ekonomi. Fungsi utama entrepreneur untuk melakukan inovasi atau menciptakan kombinasi-kombinasi baru.
Schumpeter menegaskan suatu istilah yaitu “Creative Destruction”. Istilah ini mengacu pada suatu proses yang dilakukan oleh entrepreneur untuk melakukan penghancuran secara kreatif terhadap keseimbangan yang terjadi di pasar. Proses penghancuran kreatif akhirnya mencapai kondisi keseimbangan baru, yang lebih baik dari sebelumnya plus disertai keuntungan-keuntungan hasil inovasi dari entrepreneur. Proses ini berlangsung tanpa akhir dan berlanjut terus menerus dilakukan oleh entrepreneur, hingga pasar menjadi lebih baik dan lebih baik lagi.
Entrepreneur adalah sosok orang yang tidak mudah diam, biasanya suka untuk terus melakukan inovasi-inovasi dan perbaikan dari hal yang sudah ada. Memahami perilaku mendasar entrepreneur ini dapat dijadikan contoh perilaku bagi orang-orang yang ingin menjadi entrepreneur agar senantiasa memperhatikan lingkungan sekitarnya. Untuk selalu melihat dan waspada akan adanya peluang yang sebenarnya ada di depan mata tapi terlewatkan sebelumnya..
Entrepreneur adalah sosok orang yang tidak mudah diam, biasanya suka untuk terus melakukan inovasi-inovasi dan perbaikan dari hal yang sudah ada. Memahami perilaku mendasar entrepreneur ini dapat dijadikan contoh perilaku bagi orang-orang yang ingin menjadi entrepreneur agar senantiasa memperhatikan lingkungan sekitarnya. Untuk selalu melihat dan waspada akan adanya peluang yang sebenarnya ada di depan mata tapi terlewatkan sebelumnya..
Source: www.usahakecil.com